Selasa, 03 Desember 2019

ANALISIS KASUS JALUR DISTRIBUSI HANDPHONE VIVO


Vivo merupakan merek ponsel asal China yang dibuat oleh perusahaan bernama BBK Electronics Corporation yang didirikan oleh Duan Yongping pada tahun 1995. Pada awalnya, BBK dikenal bukan sebagai produsen ponsel, melainkan pemasok gem konsol imitasi SuperNintendo.
Walau baru berusia enam tahun, Vivo terbilang cukup agresif dalam merambah pasar negara-negara tetangga di luar China, seperti Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Bahkan, riset IDC (International Data Corporation) menyebut bahwa berdasarkan volume penjualan Q1 2017, Vivo bertengger di posisi lima besar.
Vivo berhasil menjual 18,1 juta unit ponsel, tumbuh 5,2% dari kuartal yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan data itu, pangsa pasar Vivo secara global telah menyentuh 4,4%.


Dalam menggarap pasar lokal, Vivo sama seperti sang kakak Oppo yang membangun kanal distribusi dan layanan purnajual. Penjualan digenjot lewat kemitraan merek ini dengan 6.000 pengecer yang tersebar di 360 kota. Selain itu, per Januari 2017, Vivo juga membangun 50 pusat layanan purnajual.
Setelah jaringan distribusi sudah terbangun, giliran Vivo tancap gas untuk meningkatkan brand awareness. Tak tanggung-tanggung, merek ini menggandeng delapan artis ternama, termasuk Agnez Mo, Dll.
Selain itu, mereka juga menggunakan 50 jasa selebgram, vlogger, dan Key Opinion Leaders (KOL). Saat ini, agenda komunikasi Vivo adalah mempromosikan produk andalannya yaitu Vivo V5s, ponsel selfie dengan kemampuan kamera depan berkapasitas 20 megapiksel.







BENTUK NON CORPORATE ORGANIZATION: DEFINISI DAN SIFAT KEMITRAAN

  ABSTRAK Objektif : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peraturan yang terkait dengan bentuk organisasi bisnis yang ada di dalam b...